Pemberontakan Wong Samin, Sebuah Filosofi Melawan Penguasa

Komunitas Samin yang hingga kini tinggal generasi akhir di Bojonegoro, Jawa Timur, mengajarkan betapa menghadapi hidup adalah kesederhanaan kejujuran, berprinsip yang benar dan lurus. Capaian hidup sesungguhnya tidak harus berada di puncak. Tapi, bagaimana menghargai dan menghormati antara sesama. Jabatan dan pangkat seperti mitos: begitu diburu ia akan menghindar.

Dusun Jepang, salah satu dusun dari 9 dusun di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74, 733 hektar. Jarak sekita 4,5 kilometer dari ibukota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih denga jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari ibu kota Bojonegoro dan 259 kilometer dari ibukota Propinsi Jawa Timur(Surabaya).

Masyarakat Samin yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau oran-orang tua yang gigih berjuang menentang Kolonial Belanda dengan gerakan yang dikenal dengan Gerakan Saminisme, yang dipimpin oleh Ki Samin Surosentiko. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerinrtah Belanda seperti menolak membayar pajak, tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada

Pemerintah Belanda. Prinsip dalam memerangi kolonial Belanda melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.

Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan antara lain : sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi sabar,nrimo,rilo dan trokal (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan 'Ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton'.

Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi obyek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.

Kejujuran Wong Samin dan Misteri Supersemar

Suatu hari di tahun 1907, kota Bojonegoro, Jawa Timur geger. Tokoh masyarakat asal kota tembakau, Samin Soerontiko, ditangkap Pemerintah Hindia Belanda yang ketika itu berkuasa di tanah Jawa. Dia dianggap mempengaruhi masyarakat sekitar dengan ajaran kepercayaan (yang kemudian disebut Saminisme-red). Ajaran itu membuat Pemerintah Hindia Belanda kesulitan untuk menancapkan pengaruhnya di Bojonegoro.

Ajaran Saminisme secara sederhana bisa diartikan sebagai ajaran kejujuran untuk mencapai kemuliaan. Karena kejujuran itulah, penganut Saminisme tidak bisa dimasuki skenario politik pecah belah Pemerintah Hindia Belanda atau dikenal sebagai devide et ampera. Samin dan penganutnya dianggap mengganggu jalannya pemerintahan dan tata kehidupan masyarakat. Karenanya, Samin Soerontiko ditangkap dan dibuang ke Sumatera Barat dan Jawa Barat.

Arsip yang memuat kisah Samin Soerontiko hanyalah satu dari jutaan meter linier arsip sejarah yang disimpan di Badan Arsip Nasional, termasuk Badan Arsip Provinsi Jawa Timur. Arsip-arsip itu disimpan tekstual (kertas), media baru (file komputer) maupun micro film.
.
Peran arsip sejarah kembali dibicarakan seiring Hari Kearsipan Nasional, yang jatuh pada 8 Mei. Apalagi, peran arsip sejarah tidak bisa diabaikan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Arsip sekaligus menjadi bukti otentik atas semua hal yang pernah terjadi. Melalui lembaran-lembaran lusuh itu juga beberapa peristiwa yang sempat menjadi misteri bisa terungkap dengan lugas. Salah satunya adalah lembaran Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang menjadi awal penyerahan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto.

Hingga saat ini, lembaran surat yang konon hilang itu menyisakan tanda tanya besar sejarah Indonesia. Apakah benar ketika itu Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jenderal Soeharto? Bagaimana proses pembuatan surat itu? Apakah dengan todongan senjata? Hal-hal seperti ini bisa tuntas bila arsip Supersemar ditemukan.

Kemisterian Supersemar dan cerita yang melingkupinya juga muncul dalam peristiwa penyobekan bendera Belanda, di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit Oriental) Surabaya pada 10 November 1945. Bendera Belanda berwarna merah putih biru dirobek oleh salah satu Arek Suroboyo, pejuang 10 November 1945 pada warna birunya, menyisakan warna bendera Indonesia Merah Putih.

Hingga kini, siapa pelaku peristiwa yang menjadi simbol kemenangan pejuang Surabaya atas Pasukan Sekutu Belanda itu tidak ditemukan. Uniknya, sebuah sumber menyebutkan, peristiwa yang diabadikan dalam bentuk foto hitam putih dan dipercaya sebagai foto bukti sejarah itu ternyata dibuat setahun setelah peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Sayangnya, arti penting dan berharganya arsip sejarah tidak dipahami oleh masyarakat. Seringkali, masyarakat yang memiliki arsip sejarah tidak mengerti cara merawat dan menyimpan barang bernilai tinggi itu. Bahkan ada yang membuangnya begitu saja, tanpa mau memperhitungkan nilai sejarah yang dikandungnya

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons