"Bacalah Dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang Menciptakan!!!!"

GAYA HIDUP WONG SAMIN SELARAS ALAM

Seberapa banyakkah yang tahu secara detail kehidupan kelompok masyarakat atau Wong Samin?? Kemungkinan tidak banyak. Bahkan masyarakat Blora dan Bojonegoro di mana konsentrasi terbesar kelompok masyarakat Samin berada, pada umumnya juga kurang banyak tahu. Pengetahuan tentang masyarakat Samin atau Sedulur Sikep umumnya hanya sebatas nama tokohnya Kyai Samin Soerosentiko yang lahir pada 1859 dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. dan sebatas sebagai masyarakat lugu yang nganeh-anehi. Karenanya tidak heran jika ada teman yang bersikap aneh dan tidak wajar, secara spontan akan muncul olokan “dyasarr cah samin….”

Selengkapnya....

Pemberontakan Wong Samin, Sebuah Filosofi Melawan Penguasa

Komunitas Samin yang hingga kini tinggal generasi akhir di Bojonegoro, Jawa Timur, mengajarkan betapa menghadapi hidup adalah kesederhanaan kejujuran, berprinsip yang benar dan lurus. Capaian hidup sesungguhnya tidak harus berada di puncak. Tapi, bagaimana menghargai dan menghormati antara sesama. Jabatan dan pangkat seperti mitos: begitu diburu ia akan menghindar.
selengkapnya .........

Pemberontakan Wong Samin, Sebuah Filosofi Melawan Penguasa

Komunitas Samin yang hingga kini tinggal generasi akhir di Bojonegoro, Jawa Timur, mengajarkan betapa menghadapi hidup adalah kesederhanaan kejujuran, berprinsip yang benar dan lurus. Capaian hidup sesungguhnya tidak harus berada di puncak. Tapi, bagaimana menghargai dan menghormati antara sesama. Jabatan dan pangkat seperti mitos: begitu diburu ia akan menghindar.

Dusun Jepang, salah satu dusun dari 9 dusun di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74, 733 hektar. Jarak sekita 4,5 kilometer dari ibukota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih denga jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari ibu kota Bojonegoro dan 259 kilometer dari ibukota Propinsi Jawa Timur(Surabaya).

Masyarakat Samin yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau oran-orang tua yang gigih berjuang menentang Kolonial Belanda dengan gerakan yang dikenal dengan Gerakan Saminisme, yang dipimpin oleh Ki Samin Surosentiko. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerinrtah Belanda seperti menolak membayar pajak, tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada

Pemerintah Belanda. Prinsip dalam memerangi kolonial Belanda melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.

Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan antara lain : sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi sabar,nrimo,rilo dan trokal (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan 'Ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton'.

Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi obyek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.

Kejujuran Wong Samin dan Misteri Supersemar

Suatu hari di tahun 1907, kota Bojonegoro, Jawa Timur geger. Tokoh masyarakat asal kota tembakau, Samin Soerontiko, ditangkap Pemerintah Hindia Belanda yang ketika itu berkuasa di tanah Jawa. Dia dianggap mempengaruhi masyarakat sekitar dengan ajaran kepercayaan (yang kemudian disebut Saminisme-red). Ajaran itu membuat Pemerintah Hindia Belanda kesulitan untuk menancapkan pengaruhnya di Bojonegoro.

Ajaran Saminisme secara sederhana bisa diartikan sebagai ajaran kejujuran untuk mencapai kemuliaan. Karena kejujuran itulah, penganut Saminisme tidak bisa dimasuki skenario politik pecah belah Pemerintah Hindia Belanda atau dikenal sebagai devide et ampera. Samin dan penganutnya dianggap mengganggu jalannya pemerintahan dan tata kehidupan masyarakat. Karenanya, Samin Soerontiko ditangkap dan dibuang ke Sumatera Barat dan Jawa Barat.

Arsip yang memuat kisah Samin Soerontiko hanyalah satu dari jutaan meter linier arsip sejarah yang disimpan di Badan Arsip Nasional, termasuk Badan Arsip Provinsi Jawa Timur. Arsip-arsip itu disimpan tekstual (kertas), media baru (file komputer) maupun micro film.
.
Peran arsip sejarah kembali dibicarakan seiring Hari Kearsipan Nasional, yang jatuh pada 8 Mei. Apalagi, peran arsip sejarah tidak bisa diabaikan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Arsip sekaligus menjadi bukti otentik atas semua hal yang pernah terjadi. Melalui lembaran-lembaran lusuh itu juga beberapa peristiwa yang sempat menjadi misteri bisa terungkap dengan lugas. Salah satunya adalah lembaran Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang menjadi awal penyerahan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto.

Hingga saat ini, lembaran surat yang konon hilang itu menyisakan tanda tanya besar sejarah Indonesia. Apakah benar ketika itu Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jenderal Soeharto? Bagaimana proses pembuatan surat itu? Apakah dengan todongan senjata? Hal-hal seperti ini bisa tuntas bila arsip Supersemar ditemukan.

Kemisterian Supersemar dan cerita yang melingkupinya juga muncul dalam peristiwa penyobekan bendera Belanda, di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit Oriental) Surabaya pada 10 November 1945. Bendera Belanda berwarna merah putih biru dirobek oleh salah satu Arek Suroboyo, pejuang 10 November 1945 pada warna birunya, menyisakan warna bendera Indonesia Merah Putih.

Hingga kini, siapa pelaku peristiwa yang menjadi simbol kemenangan pejuang Surabaya atas Pasukan Sekutu Belanda itu tidak ditemukan. Uniknya, sebuah sumber menyebutkan, peristiwa yang diabadikan dalam bentuk foto hitam putih dan dipercaya sebagai foto bukti sejarah itu ternyata dibuat setahun setelah peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Sayangnya, arti penting dan berharganya arsip sejarah tidak dipahami oleh masyarakat. Seringkali, masyarakat yang memiliki arsip sejarah tidak mengerti cara merawat dan menyimpan barang bernilai tinggi itu. Bahkan ada yang membuangnya begitu saja, tanpa mau memperhitungkan nilai sejarah yang dikandungnya

GAYA HIDUP WONG SAMIN SELARAS ALAM

Seberapa banyakkah yang tahu secara detail kehidupan kelompok masyarakat atau Wong Samin?? Kemungkinan tidak banyak. Bahkan masyarakat Blora dan Bojonegoro di mana konsentrasi terbesar kelompok masyarakat Samin berada, pada umumnya juga kurang banyak tahu. Pengetahuan tentang masyarakat Samin atau Sedulur Sikep umumnya hanya sebatas nama tokohnya Kyai Samin Soerosentiko yang lahir pada 1859 dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. dan sebatas sebagai masyarakat lugu yang nganeh-anehi. Karenanya tidak heran jika ada teman yang bersikap aneh dan tidak wajar, secara spontan akan muncul olokan “dyasarr cah samin….”

Beruntung di dunia kasad mata sekarang telah cukup banyak buku-buku yang membahas tentang masyarakat Samin yang dengan mudah bisa didapatkan di toko-toko buku. Demikian pula di dunia maya yang tidak kasad mata ini, telah mulai banyak blog-blog yang mengupas seluk-beluk masyarakat Samin. Walaupun hampir semua artikel serba memaksa dahi untuk berkerut, tapi toh tetap saja mengasyikkan. Betapa tidak, karena kita akan tersampai pada pemahaman : a) Betapa sebelum Gandhi ngetop dengan gerakan swadhesi-nya ternyata mBah Samin kita telah melakukannya berpuluh-puluh tahun sebelumnya, b) betapa jauh sebelum mahasiswa Yogya bermain plesetan kata-kata, ternyata mBah Samin telah melakukan plesetan gaya hidup. c) betapa ditengah-tengah perjuangan fisik melawah Kompeni, mBah Samin justru secara cerdik mengembangkan perlawanan dalam bentuk yang lain, psi-war, sampai-sampai Kompeni judeg dan mBah Samin dibuang ke Sawahlunto (konon merupakan hukuman yang lebih berat ketimbang dibuang ke Nusakambangan).

Memang siih ada kekurangannya, yaitu mBah Samin gak sempat pesen-pesen soal reserve kepada penganutnya, sehingga hampir semuanya pada kebablasan Nyamin, meskipun negara sudah merdeka. Alhasil, mereka yang dulu sebenarnya hebat, kini dilihat sebagai kejanggalan. Tapi ya enggak semuanya…

Dalam artikel ini saya akan mencoba sharing beberapa cerita menarik tentang orang Samin yang terkumpul dari orang lain secara getok tular. Soal kebenarannya memang sulit diverifikasi ulang.

  • Alkisah pada tahun 70-an ada seorang penjual soto di dekat jembatan Kaliwangan Blora yang mempunyai kebiasaan jika lagi tidak ada pembeli, maka ia selalu menawarkan sotonya kepada orang yang lewat, dengan maksud agar mau mampir dan makan diwarungnya. Suatu ketika, saat lagi sepi pembeli, ada satu orang yang lewat di depan warungnya, insting penjual soto adalah seperti biasanya “mampir sik mas… nyoto….” (mampir dulu mas… nyoto….). Mendengar tawaran tersebut mampirlah orang itu dan makan soto dengan tenangnya. Setelah selesai iapun berkata : “aku wis bar mangan mas… matur nuwun….” (saya sudah selesai makan mas… terimakasih…) Seraya pergi meninggalkan warung soto tanpa kurang satu apapun. Meskipun belum membayar.

Kenapa tidak bayar?? Karena ijab-kabulnya ya cuma disuruh mampir makan dan sudah dilakoni selesai persoalan. Sadarlah si tukang soto seraya berujar “ Woalaah… lagiae buka dasar wis kenek wong samin….” (Woalaah… baru aja buka dasar sudah terkena orang samin…)

  • Masih tahun 70-an, pak Bupati Blora (Bpk Srinardi Alm) berkunjung ke Desa Klopoduwur (desa tempat kelompok Samin berkonsentrasi). Ditengah pembicaraan antara pak Bupati dengan masyarakat, tiba-tiba salah seorang berdiri dan nyelonong menghampiri pak Bupati dan memegang-megang celana pak Bupati sambil bertanya “kain iki kok apik emen, tukune ningdi caaah…? “ (kain ini kok bagus sekali belinya dimana ya..?) Walaupun wajar mungkinkah kita mampu melakukan apa yang dilakukan orang tersebut, he..he..he… Itulah kali jiwa merdeka masyarakat Samin. Semua manusia dianggap sederajat, berbicara juga cukup dengan bahasa jawa ngoko tidak ada boso kromo apalagi kromo inggil. Dan semua perbuatan dilakukan karena memang perlu dilakukan bukan basa basi seperti iklan “Sampurna Mild”, termasuk bertanya soal kain celana pak Bupati.

  • · Cerita-cerita dari beberapa orang yang lebih tua mengatakan, konon jika menyuruh orang Samin haruslah jelas dan definitif, karena kalau tidak bisa-bisa tidak mencapai seperti apa yang diinginkan. Misalnya menyuruh memagar halaman harus jelas dan lengkap, kalau tidak bisa jadi untuk bisa keluar dari halaman yang empunya rumah harus rela melompati pagar karena kemungkinan besar seluruh halaman akan dipagar tanpa dikasih pintu pagar. Demikian pula kalau menyuruh menyapu halaman ya harus jelas sampi bersih, kalau tidak ya memang halaman disapu tetapi tidak bersih karena tidak ada order sampai bersih.·

Konon, jika bertamu ke masyarakat Samin biasanya akan disuguh dengan segelas minuman (bisa kopi, bisa air putih, bisa juga teh). Jika sang tamu hanya meminum minuman suguhan tuan rumah ½ nya atau ¾ nya, maka tidak akan terjadi reaksi apapun dari tuan rumah. Semua akan berjalan normal-normal saja. Tetapi jika kali lain sang tamu datang lagi, maka tuan rumah akan menyuguh minumah dengan gelas yang berisi ½ atau ¾ saja. Walaupun tidak penuhnya gelas suguhan mungkin kita anggap tidak normal, tapi bagi tuan rumah hal itu adalah normal-normal saja. Kenapa..?? Karena sebelumnya daya minum tamu hanya ½ atau ¾ gelas saja. Logikanya kalau diberi suguhan minuman dengan isi penuh, pasti akan ada sisa minuman yang mubazir karena harus dibuang. Khan....??!! Inilah gaya hidup Samin selaras alam…!!!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons